Jumat, 10 Juni 2011

Ke-Aku-an

by Agung Aang on Friday, January 30, 2009 at 1:00pm
 
Bertanya Sang Iblis kepada Al Hallaj dengan penuh rasa keingintahuan yang besar;
Ya Hallaj, kenapa pada saat aku menyebut 'Aku' diriku mendapat Murka Allah, maka terkutuklah aku, sedangkan engkau wahai Hallaj, pada saat engkau menyebut 'Aku', engkau justru mendapat Rahmat dan Cinta Nya.

Ketahuilah Wahai Iblis, menjawablah sang Pencinta Sejati, Al Hallaj, pada saat engkau menyebut 'Aku', engkau melihat kedalam dirimu, kebesaranmu, kekecilanmu, keperkasaanmu, kelemahanmu, derajatmu, dan segala2 nya tentang 'Mu', sedangkan aku tidak wahai Iblis, pada saat aku menyebut 'Aku', aku sendiri sudah tidak ada ...

Sepenggal kisah hikmah kaum Salik ...

Cukup lama saya mencoba mendalami penggalan dialogue antara Iblis dan Al Hallaj seperti tersebut di atas, sebuah dialog antara 2 kutup, kutup kepentingan (yg bersifat ego sentris) yang di wakili oleh sosok Sang Iblis dengan kutup keikhlasan yang diwakili oleh seorang manusia pencinta bernama Al Hallaj.

Bagi saya penggalan dialog di atas bukanlah semata penggalan dialog pengantar pengenalan konsep ketuhanan Manunggaling Kawulo Gusti, meskipun pada kenyataannya, tidak bisa dipungkiri bahwa sosok Al Hallaj sendiri seperti halnya juga yg kita kenal di domestik sosok Syekh Siti Jenar adalah tokoh2 yg mewakili aliran sufisme yang selalu membawa potensi polemik berkepanjangan dan tiada akhir bahkan dilingkungan kaum Ulama sendiri.

Untuk itu saya lebih suka melihat penggalan dialog di atas dalam kaca mata konsep 'keikhlasan' dan dalam dimensi 'kepasrahan' satu mahluk bernama manusia yang sedang dimabuk Cinta akan Tuhannya, Sang Pencipta, yang atas mahabbah sucinya itu dengan segala kesadaran penuh dirinya telah merelakan, meniadakan dirinya sendiri dan segala keinginan-keinginan diri, segenap obsesi, sepenuh harapan, bahkan bisikan hati yang melekat pada dirinya untuk meleburkan diri ke dalam nafas mahabbah yg menggelora atas Sang Khalik dan mereguk manisnya anggur Cinta dari sang Pencipta.

Sekarang sudah bukan saatnya lagi dalam konteks ini mempertentangkan antara sar'i dan hakikat, bahkan menurut satu hikayat Al Hallaj melaksanakan sholat sejumlah 400 rakaat dalam satu hari satu malam, setiap harinya (Subhanallah!). Bukan saatnya pula masing-masing dari kita mempertanyakan apakah ibadah yang dilakukannya berlandaskan Sunah Rasulullah apa tidak? Yang jelas ada satu ruang dimana setiap kita akan bisa melihat dalam perspektif yang sama, yaitu kepasrahan dan keikhlasan seorang manusia bernama Al Hallaj dalam menjalankan sepenuhnya peran sebagai ejawantah Kekuasaan, Kehendak, Kemauan, Pengaturan, bahkan Prerogativsm, kalau perlu pula Kesombongan Illahi di muka bumi ini, karena memang hanya Dia Sang Khaliq yang ber-hak dan mampu atas itu semua.

Bahkan klo perlu untuk itu dia harus rela dan merelakan diri dengan sepenuh ikhlas untuk dihukum penggal, picis dan di bantai di ujung pedang sahabatnya sendiri dari kalangan pencinta pula (Kaum Sufi), karena dia yakin bahwa siapapun dia yang menghukumnya (mati), yang juga telah bersaksi bahwa, bahkan potongan2 kecil bagian tubuhnya kala sudah berpisah dari tubuhnya tetap terus ber-dzikir kepada Sang Khaliq, sekali lagi siapapun dia adalah juga sebagai alat dari Sang Khaliq untuk menegakkan Ajaran (Kehendak) Sang Khaliq di muka Bumi ini. Bukankah untuk alasan itu seorang Al Hallaj baik secara kehadiran wada', bathin, eksistensi, bathin bahkan esensi, memang sudah tidak ada lagi? Yang tersisa hanyalah gelora kecintaannya kepada Kehendak Illahi.

Kalau untuk alasan itu pula di akhir kisah kematian Al Hallaj di altar Penjagalan, Sungai Tigris kemudian mengamuk, menggenangi segenap kota Baghdad tentunya bukanlah suatu tanda atas Kemurkaan Illahi, karena bagaimana mungkin Allah akan murka atas segala kehendakNya sendiri? Saya lebih melihat itu sebagai suatu bentuk luapan Mahabbah Allah atas satu KekasihNya dari bangsa manusia di muka bumi yang sudah paripurna tugas dan usahanya dalam mencari dan menggapai Cinta Hakiki, Cinta Illahi. Suatu akhir dari sepenggal dialog "Keakuan" di atas, seiring dengan tiadanya, kosongnya, hilangnya, dan dilupakannya sosok yang dulu pernah bernama Al Hallaj.

Wallahu a'lam bi shawab ...

Akhir Muharram 1430 H (2009M)
Allahumasholi ala Muhammad wa ala alihi wa shohbihi was salam ...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar