SHIP
TO SHIP (STS) LNG TRANSFER
HAL-HAL
YANG PERLU DIPERHATIKAN
DISAJIKAN OLEH;
Achmad Agung P, ST,
MM
Abstract
Seiring
dengan semakin banyaknya kajian dilakukan terhadap pola logistic &
disribusi domestic LNG di tanah air, maka semakin banyak pula kajian mengenai
rencana pola operasi yang memungkinkan transfer LNG cargo antara LNG Hubs
(FSU/GSRU) dengan kapal-kapal LNG feeder dan atau sebaliknya dan juga diantara
sesama kapal-kapal feeder itu sendiri dibuat. Sebagai bagian dari seluruh rangkaian
kegiatan operasional logistic LNG, yang dianggap paling critical dan harus
mendapatkan perhatian lebih adalah aktifitas STS LNG transfer. Kenapa kegiatan
ini dianggap paling critical karena selama ini rangkaian kegiatan ini banyak
dianggap remeh dan dipandang sebelah mata oleh sebagian orang. Banyak orang
beranggapan bahwa kegiatan tersebut dalah kegiatan normal biasa dan sederhana
sebagaiamana biasanya operasional STS cargo minyak/chemical antara tanker satu
ke lainnya. Banyak juga yang meng-claim diri mampu melaksanakan kegiatan ini
dengan cara-cara yang efektif dan aman, namun faktanya adalah hinga saat ini
diseluruh belahan dunia manapun hanya ada satu-dua pihak saja yang terbukti
mampu dan berpengalaman melaksanakan kegiatan ini dengan efektif dan aman, yang
memiliki segala perangkat dan kelengkapan system dan standard yang dibutuhkan juga
persyaratan sertifikasi dari lembaga-lembaga / instansi terkait yang menjamin
seluruh rangkaian operasional STS dapat terlaksana dengan aman. Untuk itu pada
kesempatan kali ini penulis mengajak pembaca untuk lebih mencermati hal-hal
detail apa yang perlu diperhatikan dan dilakukan untuk mulusnya dan amannya
operasional STS ini.
BEBERAPA
JENIS (BASICS) OPERASIONAL STS
Secara umum berdasarkan
konfigurasi lay out antara kapal yang satu dengan yang lain, operasi ship to
ship transfer / offloading dapat dibedakan menjadi dua kategori utama sbb;
1.
Operasi tandem offloading – dimana
antara kapal yang satu dengan yang lain terletak dalam satu garis lurus
berposisi depan-belakang (dimana haluan kapal yang satu tepat menghadap buritan
kapal yang lain), di claim sebagai konfigurasi yang lebih aman (safe) namun
demikian kurang banyak digunakan (kurang umum).
2.
Operasi double-bank transfer – adalah
konfigurasi dimana antara kapal yang satu dengan yang lain terletak sejajar
saling bersebelahan (sisi portside kapal yang satu berdekatan dengan sisi
starboard kapal yang lain), konfigurasi ini yang umum disebut sebagai
konfigurasi ship to ship, dan lebih banyak digunakan.
Adapun operasi
double-bank transfer sendiri lebih jauh lagi secara umum dibedakan ke dalam
beberapa jenis double-bank yakni sbb;
a.
Double-banked adrift – adalah
konfigurasi operasi ship to ship transfer yang dilakukan pada saat kedua kapal
free float (atau hanyut) biasanya kebanyakan dilakukan di sepanjang alur
channel/sungai ketika traffic tidak padat.
b.
Double-banked anchor – adalah
konfigurasi operasi ship to ship transfer yang dilakukan pada saat salah satu
kapal sedang lego jangkar (anchored).
c.
Double-banked moored at Gasport jetty –
adalah konfigurasi operasi ship to ship transfer yang dilakukan pada saat salah
satu kapal terikat sandar di jetty terminal.
d.
Double-banked moored at STL Buoy –
adalah konfigurasi operasi ship to ship transfer yang dilakukan pada saat salah
satu kapal terikat pada mooring buoy (umumnya berbentuk Tower York)
Berikut terlihat pada Figure.1
di bawah ini perbedaan schematic secara umum antara konfigurasi Tandem
Offloading dengan Operasi ship to ship transfer (double-banked)
Figure.1
Perbedaan konfigurasi tandem dengan double-banked
Skema konfigurasi
sebelah kiri pada Figure.1 di atas adalah mengacu pada skema konfigurasi
double-banked sedangkan konfigurasi sebelah kanan mengacu kepada skema
konfigurasi tandem offloading.
BASICS
FUNDAMENTAL LNG TRANSFER OPERATION
Yang pertama dan paling
utama hrus diperhatikan pada setiap operasi transfer cargo LNG adalah kondisi
dinamis tekanan dan temperature dari cargo dalam tangki containment baik pada
kapal yang mentransfer maupun kapal yang menerima cargo. Kondisi tekanan jenuh
vapour LNG pada saat transfer harus dijaga pada level serendah mungkin untuk
mencegah kenaikan tekanan yang significant (hanya diperbolehkan sampai batas
tertentu yang bisa diterima) dari tanki cargo kapal penerima.
Dari sini terlihat
bahwa kondisi pemuatan atau transfer akan sama sekali berbeda antara kapal yang
menerima cargo LNG dari kilang LNG Liquefaction plant (biasa disebut “cold
LNG”) dengan kapal yang menerima transfer cargo LNG dari kapal LNGC lain dan
atau infrastructure FSU/FSRU (biasa disebut “warm LNG”). Sayangnya sebagian
atau banyak orang tidak menyadari hal ini, kebanyakan dari mereka akan
menganggap hal tersebut sama saja, padahal kenyataannya tidak sama sekali, dan
hal ini sangat menentukan jenis teknologi tangki / containment apa dari kapal
penerima transfer cargo LNG yang paling compatible satu sama lainnya.
Hal
ini perlu untuk selalu diingat supaya keputusan investasi tidak dibuat
berdasarkan pertimbangan yang gegabah yang bisa berakibat fatal pada akhirnya.
BEBERAPA
HAL DASAR YANG PERLU DIPASTIKAN
SEBELUM PELAKSANAAN OPERASI STS LNG TRANSFER
1. Adanya Protocol, Manual & SOP (Standard operating Procedures) yang sudah di approved oleh
pihak Classification Society dan sertifikasi kelaikan “fit for purpose”oleh
standard industry dan international, juga secara umum telah di assess dan bisa
diterima oleh major P&I clubs.
2.
Adanya standard
thoughrough Risk Assessment Study
yang mencakup semua aspek dan potensi hazard sepanjang operasional STS lengkap
dengan rencana mitigasi masing-masing.
3.
Adanya Study Kompatibilitas diantara dua
kapal, ini adalah salah satu bagian yang paling menentukan dari keseluruhan Risk
Assessment Study, study ini mencakup (tapi tidak terbatas pada) hal-hal dan
aspek sebagai berikut di bawah ini;
-
Susunan manifold
dari kedua kapal – mencakup issue-issue penempatan (exact location), jarak
spacing diantara pipa outlets, ketinggian posisi center line pipa dari air
laut, dll
-
Penempatan Hose support
saddles dan Design Paramter dari Cryogenic transfer hoses
-
Konfigurasi mooring
arrangement diantara keduanya – mencakup issue-issue panjang overlap cakupan
mooring diantara kedua kapal, mooring alignment diantara keduanya.
-
Design parameter
mencakup jumlah dan size & diameter minimum dari Yokohama fenders, dll
-
Kompatibilitas dari ESD
(Emergency Shut Down) system (termasuk quick release couplings) pada
kedua kapal i.e berbasis pneumatic,optic cables, etc
-
Communication system and
platform diantara kedua kapal i.e VHF Radio, PA, dll
-
Teamwork coordination,
dll
Figure.2
Typical cakupan study kompaibilitas
|
4. Semua peralatan pendukung operasional STS haruslah memiliki Type Approval
dari Classification Society, dan sertifikasi kelaikan “fit for purpose”oleh
standard industry dan international
(API, ASME, ISO, dll), juga secara umum telah di assess dan bisa diterima oleh
major P&I clubs.
Adapun
peralatan-peralatan pendukung yang dimaksud adalah mencakup (tapi tidak
terbatas pada) peralatan sbb;
-
Flexible Cryogenic transfer hoses, support saddles, lifting bracket, etc
Design parameter yang
perlu diperhatikan dalam pemilihan cryogenic hoses adalah custom designed hose
saddles yang mampu mendistribusi beban berat hoses merata pada manifold, dan
dengan minimum bending radius untuk memastikan bentuk catenerary yang sempurna
yang memungkinkan unimpeded flows sepanjang transfer operation.
-
“Dry-break” Emergency release
couplings
-
Cargo control system (including mimic board)
-
Integrated ESD System
-
Hose handling cranes
-
Yokohama fenders
-
Mooring system and arrangements, i.e. mooring wires dan dyneema mooring lines
-
Rigging equipment, dll
5.
Sea-state (kondisi
perairan pelayaran) adalah salah satu faktor yang paling critical dalam setiap
pelaksanaan operasional STS cargo transfer, dimana kondisi pelayaran yang rough
dalam arti ketinggian gelombang dan periodical gelombang yang tinggi dapat
menyebabkan cargo sloshing yang pada akhirnya meningkatkan resiko kerusakan
cargo containment system. Untuk itu perubahan kondisi meteorogical di daerah
pelayaran setempat akan selalu dimonitor setiap saat, jika kondisi perairan
diperkirakan akan memburuk maka operasi STS akan segera dihentikan sebelum
kondisi benar-benar memburuk.
6.
Adanya / tersedianya
peralatan rambu navigasi penunjang yang cukup untuk menjamin keselamatan
pelayaran /traffict pada saat pelaksanaan operasional STS transfer.
TAHAPAN-TAHAPAN
PROSES OPERASIONAL
STS
LNG CARGO TRANSFER
Rangkaian
tahapan-tahapan standard proses STS LNG transfer mulai dari tahap persiapan
sampai dengan recovery akan tergambar secara jelas dalam time log terlampir di
bawah ini;
Hour
|
Steps
|
Evident
|
1.0
|
Tahap
Persiapan – Rigging Fenders
|
|
1.0
|
Approach
Maneuvering
|
|
1.5
|
Engaging
Mooring activities
|
|
1.0
|
Pre-transfer
safety meeting
|
|
2.5
|
Hoses
connection
|
|
2.0
|
Hose
purging & cooling down
|
|
0.5
|
ESD
Testing
|
|
26
|
Cargo
transfer process
|
|
2.0
|
Hose
drain & purging
|
|
2.0
|
Hose
disconnection
|
|
1.0
|
Disengage
mooring lines
|
|
0.5
|
Separation
maneuver
|
|
1.0
|
Fenders
Recovery
|
|
42.0
|
Total
duration in hour
|
REFFERENCES
Berikut ini adalah list
dari beberapa reference umum yang mengatur pelaksanaan Operasional STS LNG
transfer;
1.
Classification
society - Code for existing ships carrying liquefied gases in bulk
2.
Statutory Reg – Safety Regulation for
LNG
3.
SOLAS International Convention for
Safety at Sea
4.
ILLC International Convention on Load
Lines
5.
Code
for construction and equipment of ship carrying liquefied gases in bulk (IMO
resolution a 328) and IMO res a 329
6.
IGC/GC
code for construction and equipment of ships carrying gases in bulk
7.
MSC 93/May 2014 – Amendments to MARPOL
Annex I.Ch.4 applied for IGC/GC Code.
8.
U.S. Maritime Transport Security Act of
2002, Promotes delivery of CNG to offshore gas ports
9.
USCG developing rules for Offshore Gas
Ports
10.
OCIMF Recommendations for manifolds for
refrigerated liquefied natural gas (LNG), mooring equipment guidelines, ICS,
STS Transfer Guide (Liquefied gasses)
11.
ISGOTT (International Safety Guide for
Oil Tanker & Terminals)
12.
SIGTTO (Society of International Gas
Tankers & Terminal Operators)
13.
US NFPA 56 b – for safety and fire
protection; 59A, BS EN 1473,
dan CFR 49 part 193
14.
Industrial Standard (API, ASME, etc)
15.
Excelerate / Exmar STS LNG Transfer
Guidelines
KESIMPULAN
Setidaknya sekarang kita faham bahwa aktifitas /
kegiatan STS LNG transfer bukanlah suatu aktifitas sederhana yang bisa
dilaksanakan secara serampangan (asal-asalan) sambil lalu, faktanya dibutuhkan
suatu persiapan yang matang dan study yang mendalam dan berlapis dengan
mempertimbangkan segala aspek dan factor yang dapat menjamin pelaksanaan STS
LNG transfer dapat berlangsung secara efektif dan aman. Kita juga faham bahwa
faktanya tidak banyak di seluruh dunia ini yang sudah benar-benar pernah dan
telah berpengalaman melaksanakan dan mengelola kegiatan STS LNG transfer ini
secara (proven) efektif dan aman.
Semoga
bermanfaat,
Jakarta, Agustus
2016